Anda Belum Login,
silakan login atau register ?
Login Register
Pilih Edisi
Pilih Edisi
background
Buka Bisnis Kuliner di Zaman Digital
Reksadana Jagoan Penghasil Cuan

background
Rajin Evaluasi Racikan, agar Cuan Maksimal
REKSADANA | 21 Mei 2020
Rajin Evaluasi Racikan, agar Cuan Maksimal

KONTAN.CO.ID - Jakarta

Investor pemegang reksadana pendapatan tetap bisa jadi paling beruntung dalam  lima tahun terakhir ini. Di saat pasar keuangan berfluktuasi, produk berbasis surat utang ini mampu menorehkan imbal hasil positif. Bahkan, kinerjanya paling gemuk di antara jenis reksadana lainnya.

Lihat saja, rata-rata return reksadana pendapatan tetap, yang tercermin pada Infovesta 90 Fixed Income Fund Index, mencapai 40,80% pada periode 2015–2019. Sedangkan, jenis reksadana lainnya memberikan imbal hasil lebih rendah. Bahkan, kinerja reksadana saham minus.

Performa jangka pendek reksadana pendapatan tetap juga sangat mumpuni. Sepanjang tahun lalu, jenis reksadana beraset dasar obligasi ini unggul, dengan rata-rata return sebesar 10,77%. 

Performa yang moncer ini hasil dari pasar obligasi domestik cukup solid. Data IBPA menunjukkan, total return investasi di obligasi pemerintah (Indobex Government Total return) selama lima tahun sebesar 54,18%. Selain itu, total return obligasi korporasi (Indobex Corporate Total Return) meraih 67,79%.
Tren suku bunga rendah dan rupiah yang cukup stabil jadi penyokong utama pasar obligasi. Pelaku pasar lebih melirik surat utang ketimbang deposito yang bunganya mengecil. Apalagi, dengan  peringkat layak investasi alias investment grade menjadikan investasi di Indonesia semakin menarik di mata pemodal asing.
Hanya saja, pada 2018, pasar obligasi domestik sempat melemah. Pasalnya, bank sentral dunia mengakhiri kebijakan pelonggaran moneter. BI mengerek suku bunga sebesar 175 bps menjadi 6%. Di sisi lain, The Fed menaikkan bunga 1%. Ini menyebabkan imbal hasil US Treasury naik tajam. Akibatnya, rupiah melemah dan pasar SUN kalah saing.

Belum lagi, saat itu, Amerika Serikat dan China terlibat perang dagang. Perang tarif memicu kekhawatiran ekonomi global melambat. Dus, investor  menghindari aset berisiko.

Namun, pertengahan 2019, BI akhirnya kembali menurunkan suku bunga demi mengantisipasi efek negatif perang dagang. Head of Retail and Business Alliance  Syailendra Capital Agustinus Candra menambahkan, isu global terutama perang dagang, yang menyebabkan kinerja negatif obligasi pada 2018, mulai menunjukkan penyelesaian pada tahun lalu. Sehingga mendorong kinerja reksadana pada tahun lalu membaik ketimbang 2018.

Nah, sejumlah produk reksadana pendapatan tetap berhasil melampaui kinerja rata-rata reksadana fixed income periode lima tahun. Salah satunya, SAM Sukuk Syariah Sejahtera yang menghasilkan return 49,10% dalam lima tahun. Sedangkan, tahun lalu, produk besutan PT Samuel Aset Manajemen ini mencetak return 8,32%.
Produk lain yang juga moncer, yaitu Syailendra Fixed Income Fund. Selama lima tahun, produk racikan PT Syailendra Capital ini meraup return 47,27%, dan sebesar 8,05% setahun lalu.

Bagaimana dengan prospek reksadana pendapatan tetap pada tahun ini? Sejak awal 2020, pasar keuangan menghadapi tantangan merebaknya korona, covid-19.  Penyebaran virus yang meluas membuat pasar panik, sehingga menghindari aset berisiko. Pasar obligasi Indonesia tak kebal. Namun, intervensi dari BI sejauh ini menjaga pasar obligasi agar stabil.

Hanya, ketidakpastian di pasar bertambah, lantaran harga minyak anjlok. Harga minyak WTI di pasar AS sempat ambles ke bawah US$ 30 per barel pada Senin (9/3). Pemicunya, Arab Saudi mengibarkan perang harga dengan memangkas harga jual resmi minyak.  
Chandra menduga volatilitas pasar akan tetap tinggi dalam beberapa bulan ke depan. Namun, jika isu global membaik terkait korona dan perang harga minyak, maka rupiah bisa semakin stabil dan berpotensi mengembalikan sentimen positif ke pasar obligasi.

Uang koin sebagai ilustrasi foto Reksadana

Herbie Perdana Mohede, Head of Fixed Income Investments Samuel Aset Manajemen, optimistis, reksadana pendapatan tetap pada tahun ini masih akan membukukan hasil positif. Performa positif akan disumbang dari hasil kupon dan penguatan harga surat utang.  “Ini dengan asumsi yield SUN 10 tahun bergulir di kisaran 6,50% atau turun 50 bps dari akhir tahun lalu di level 7,06%,” papar dia. 

Jika menggunakan acuan indeks SUN, prediksi Herbie, reksadana pendapatan tetap masih berpeluang memberi tambahan return sekitar 6% hingga akhir tahun ini atau total +10% sepanjang 2020. Membaiknya ekonomi Indonesia dan kembali masuknya dana asing ke pasar sukuk negara dapat menopang kinerja. Apalagi, jika volatilitas global mereda seiring berlalunya korona. Memang, dia mencatat, masih ada faktor yang dapat melemahkan kinerja reksadana. Seperti, meningkatnya kekhawatiran investor global terhadap ekonomi global, defisit ganda memburuk, dan pelemahan rupiah.

Bagaimana strategi para MI ini meracik portofolio sehingga produknya moncer? Simak ulasan berikut ini.

  • SAM Sukuk Syariah Sejahtera

Kinerja gemilang produk ini tak terlepas dari pengelolaan yang fully-active. Artinya, manajer investasi dapat leluasa menyesuaikan portofolio dengan tesis investasi internal dan kondisi atau arah pasar. Yang  rutin disesuaikan, yaitu: durasi portofolio, segmen obligasi, dan risiko portofolio.  “Ini dilakukan rutin dan dapat berubah sesuai dengan tesis investasi kami dan pergerakan pasar,” papar Herbie.

Strategi pengelolaan reksadana ini selalu menempatkan risk-adjusted return sebagai tujuan utama, sehingga kinerja yang didapat berasal dari hal-hal terukur dan bukan dari pengambilan risiko yang berlebihan.  Ini tercermin pada Sharpe ratio produk ini sejak 2014–2019 sebesar 2,80 kali, lebih tinggi dibandingkan dengan industri di 2,29 kali. Ini rasio perbandingan antara return dan risiko. Semakin tinggi nilai Sharpe ratio, maka semakin baik kinerja reksadana. 

Herbie bilang, tahun ini, masih menerapkan strategi investasi yang sama, yaitu menyesuaikan dengan tesis internal dan perkembangan pasar.  Saat ini, dengan yield SUN 10 tahun yang sudah mencapai target internal di 2020 yaitu 6,5%, maka portofolio saat ini netral terhadap benchmark. Nah, obligasi diperkirakan masih  berkinerja baik dengan potensi imbal hasil +10% sepanjang tahun ini. Per 4 Maret 2020, SAM Sukuk Syariah Sejahtera mencatatkan return sebesar 3,5%. Sehingga, prediksi Herbie, masih ada potensi tambahan return sebesar +6% hingga akhir tahun ini.

Mengacu fund fact sheet per 28 Februari 2020, produk yang dirilis sejak 10 Februari 2010 ini punya portofolio sukuk negara sebesar 71,64%, lalu sukuk korporasi 20,14%, dan pasar uang 8,23%. Aset terbesar yaitu: PBS012, PBS019, PBS022, dan Sukuk Ijarah Berkelanjutan Indosat I Tahap III Tahun 2015.

Herbie mengakui, kendala yang dihadapi dalam mengelola reksadana fixed income syariah adalah keterbatasan instrumen investasi syariah. Likuiditasnya juga kalah ketimbang instrumen investasi pada reksadana pendapatan tetap konvensional

Produk ini membidik investor yang memiliki perhatian khusus pada kesyariahan produk atau punya kewajiban dalam bentuk syariah. Investor bisa mengoleksinya dengan minimal pembelian Rp 100.000.  Tidak ada biaya pembelian dan pencairan bila membeli langsung kepada SAM. Menurut Herbie, sebagian besar pemasarannya melalui tim marketing SAM kepada nasabah yang mayoritas institusi. Baru tahun ini, dijajaki kerjasama dengan agen penjual reksadana non-bank. Tahun ini, SAM mengincar AUM  sebesar Rp 300 miliar. Akhir 2019, dana kelolaan produk ini sekitar Rp 104 miliar.

  • Syailendra Fixed Income Fund

Produk ini menorehkan kinerja moncer hingga 2019 silam.  Menurut Chandra, ini lantaran Syailendra menerapkan strategi memperpanjang durasi ketika level yield di pasar sudah lebih tinggi dibandingkan level wajar menurut proyeksi internal.

Adapun, risiko diantisipasi dengan menempatkan mayoritas isi portofolio pada surat berharga negara (SBN) seri acuan. Target porsi SBN minimal 90%. Sehingga likuiditas portofolio tetap terjaga dalam segala kondisi pasar. Di samping itu, likuiditas SBN lebih baik ketimbang obligasi korporasi.

Tahun ini, kata Chandra, pihaknya menerapkan strategi portofolio yang sama. Fund fact sheet per Februari 2020 menunjukkan, porsi obligasi negara dalam portofolio produk ini mencapai 90,73%. Sisanya 3,50% di obligasi korporasi dan 5,77% pasar uang. Lima aset terbesar, yaitu obligasi seri FR0081, FR0082, FR0080, DOC-SCB dan FR0076.

Dengan menerapkan strategi yang sama, Chandra memprediksi, Syalendra Fixed Income Fund memiliki potensi imbal hasil sekitar 8%–9% di tahun ini. Produk yang dipasarkan sejak 8 Desember 2011 ini membidik segmen  pemula yang baru mencoba investasi reksadana. Jangka waktu investasi disarankan medium, 3 tahun–5 tahun.

Syailendra menargetkan pertumbuhan dana kelolaan 40%–60% pada 2020. Perusahaan menggandeng Aperd fintech, Aperd bank, dan sekuritas untuk pemasaran. Total ada 20 channel distribusi. Selama ini, ketiga channel itu memberikan kontribusi yang seimbang.

Investor dapat mengoleksi reksadana ini dengan minimum pembelian awal Rp 100.000. Investor dikutip biaya pembelian, penjualan kembali, dan  management fee maksimal 2%.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Dupla Kartini
Editor: Hendrika
Share :
Artikel Lainnya