Anda Belum Login,
silakan login atau register ?
Login Register
Pilih Edisi
Pilih Edisi
background
Buka Bisnis Kuliner di Zaman Digital
Reksadana Jagoan Penghasil Cuan

background
Menjajal Konsep Warung Tegal Gaya Milenial
BISNIS KULINER | 24 Februari 2020
Menjajal Konsep Warung Tegal Gaya Milenial
Gerai Di Warteg sebuah warteg kekinian di Jakarta. KONTAN/Muradi/2018/09/27

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Siapa tak kenal warung tegal alias warteg. Selama ini warteg menjadi salah tujuan bagi orang yang ingin makan kenyang dengan setumpuk lauk dan harga terjangkau.

Tak heran, bila warteg juga sering dilekatkan dengan orang yang berekonomi rendah. Punya banyak penggemar, keberadaan warteg pun bertebaran. Bisa ditemukan mulai pinggir jalan raya besar hingga masuk di gang-gang sempit.

Namun, kesan warteg sebagai tempat makan kalangan ekonomi bawah kini mulai berangsur hilang. Belakangan banyak juga orang dengan ekonomi atas tidak segan untuk bersantap di warteg.

Semua ini tak lepas dari inovasi yang dilakukan para pengusaha warteg. Beda dengan tampilan warteg yang biasanya kumuh, kini banyak pengusaha warteg yang membenahi warungnya menjadi lebih modern dan bersih, sehingga menarik minat orang untuk datang. 

Bahkan, banyak juga warteg yang kini dilengkapi dengan fasilitas Wi-Fi gratis. Jadi bukan sekedar makan, kini banyak orang betah nongkrong lama-lama di warteg.

Memang, demi mengimbangi tampilan yang lebih menarik tersebut, harga makanan yang dijual pun lebih mahal dari warteg biasanya. Namun demikian, tidak menyurutkan minat orang untuk makan di warteg.

Warteg Kharisma Bahari (WKB) merupakan warteg pertama dengan konsep franchise dan pelopor warteg bersih di Jakarta. Dengan mengusung konsep warteg bersih, kini, bisnis wartegnya semakin berkembang,

Total sudah ada 400 cabang Warteg Kharisma Bahari di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung dan Semarang. Namun, faktor kebersihan  dan kenyamanan tempat hanya salah satu penunjang keberhasilan bisnis warteg.

Memilih lokasi

Sayudi, pemilik Warteg Kharisma Bahari, mengatakan, pemilihan lokasi juga memainkan peranan yang sangat penting.

Ia menyarankan, untuk mencari tempat-tempat yang strategis dan dekat dengan keramaian, semisal perkampungan atau perumahan, perkantoran, sekolah, rumahsakit, dan pusat perbelanjaan. ”Semakin daerahnya ramai semakin menjanjikan,” ucapnya.

Untuk ukuran gerai, tidak ada standar khusus, tapi minimal bisa menampung 10-15 orang. Namun, butuh tempat yang agak luas bila di gerai tersebut juga akan dibangun dapur buat keperluan memasak.

“Pemilihan lokasi ini harus benar-benar melalui proses survei yang cermat dengan mempertimbangkan segala kelebihan dan kekurangannya,” ujar pria yang akrab disapa Yudika ini.

Nah, setelah menemukan lokasi yang tepat, langkah selanjutnya adalah mengurus izin lingkungan ke pengurus rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW). Perizinan ini penting demi keamanan dan ketenteraman yang berkaitan dengan lingkungan bertetangga.

Setelah semua prosedur dipenuhi, baru membangun gerai warteg sesuai dengan dengan konsep yang diinginkan. Menurut Yudika, tak perlu interior yang terlalu mewah. Yang penting harus ada meja, kursi, dan etalase. Selain itu peralatan masak juga harus dilengkapi. “Itu banyak jualannya,” imbuhnya.

WKB sendiri menekankan sentuhan cat warna hijau, kuning dan merah pada setiap desain eksterior warteg. Dengan begitu, tampilan wartegnya menjadi lebih terang dengan warna-warna menonjol.

Sementara interiornya didominasi warna putih yang melambangkan kebersihan.  Kebersihan itu dijaga mulai dari dapur tempat mengolah makanan, peralatan masak dan peralatan makan, hingga etalase tempat menyajikan aneka lauk- pauk yang akan dipilih konsumen.

Di wartegnya ini, Yudika juga menyediakan fasilitas Wi-Fi gratis. Selain itu, ada juga fasilitas pembayaran nontunai.

Karena ini bisnis rumah makan, menu makanan menjadi faktor utama yang sangat menentukan kelangsungan bisnis ini. Menurut Yudika, warteg akan diminati konsumen bila memiliki banyak pilihan sajian makanan yang menarik dan menggugah selera. 

Tak heran, setiap gerai WKB menyediakan tidak kurang dari 30 hingga 50 varian menu makanan. Menurut dia, sajian yang paling banyak dicari adalah olahan telur ayam. “Jadi stoknya pasti kami sediakan lebih banyak,” ujarnya.

Ia mengestimasi, biaya yang dibutuhkan mulai dari survei lokasi hingga operasional butuh modal awal mulai Rp 125 juta sampai Rp 150 juta.

Inovasi menu

Gabby Pananda, pemilik Warteg&co, mengatakan, konsumen selalu menyukai menu makanan yang enak dan murah. Namun, inovasi tetap diperlukan guna menarik lebih banyak minat pelanggan.

Ia sendiri melakukan inovasi dengan menghadirkan pilihan menu-menu makanan sehat dan higienis bagi pelanggannya. “Kami bikin menu makanan lebih sehat dengan harga tetap terjangkau,” ungkap Gabby yang membuka usaha warteg di daerah Pejaten, Jakarta Selatan.

Demi mendapatkan menu makanan sehat tersebut, ia selalu mengutamakan kualitas bahan baku yang segar. Dalam pengolahannya juga hanya menggunakan sedikit minyak, garam, dan penyedap rasa.

“Biasanya, kan, warteg biar operasionalnya nutup itu penggunaan minyaknya berulang kali. Nah, di kami tidak. Biar ketagihan juga biasanya pakai penyedap rasa MSG (monosodium glutamate), di kami tidak,” tambah Gabby.

Untuk menu pilihan, ia tetap menyediakan beragam menu ringan seperti telur dadar, ayam goreng, dan oseng-oseng di dalam etalase. Namun demikian, harus tetap ada menu andalan. “Biarkan pembeli memilih lauk kesukaannya, Anda tinggal menyediakan minuman,” ujarnya.

Ada pun bahan-bahan masakannya bisa dibeli di pasar terdekat. Lebih baik bila memiliki pemasok tetap yang bisa menjamin kualitas bahan baku dalam keadaan segar.

Dengan konsep makanan sehat tersebut, ia fokus menyasar kalangan milenial usia 18 tahun hingga 30 tahun yang peduli dengan kesehatan dan ekonomis.

Pemilihan lokasi juga menyesuaikan dengan konsep makanan sehat yang dia usung. Yakni,  dengan membuka gerai di dekat lokasi pusat kebugaran dan perkantoran. “Tempat juga kami buat senyaman dan sebersih mungkin,“ cetusnya.

Untuk mengenalkan konsep makanan sehatnya secara lebih luas, ia gencar melakukan pemasaran lewat sosial media. Warteg&co juga menerapkan konsep delivery dengan menyediakan layanan antar menggunakan jasa ojek online. Dengan begitu, peluang pasarnya semakin terbuka. 

Ia mengaku, konsep ini masih belum banyak dilakukan pengusaha warteg lainnya. Menurut dia, layanan tambahan ini semakin menambah nilai jual wartegnya di mata konsumen. 

Konsep kafe

Pemain lain yang ikut mencicipi gurihnya usaha warteg kekinian adalah Warteg Woles di Malang, Jawa Timur. Berbeda dengan  WKB dan Warteg&co, warteg besutan Anna Wahyuni Fajarwati ini tidak hanya menekankan faktor kebersihan semata. Tapi juga mengutamakan sentuhan interior dengan menaruh banyak tanaman-tanaman hias.

Pasalnya, usaha warteg ini bukan hanya warung makan, melainkan juga mengusung konsep kafe dengan membidik anak muda yang doyan kongko. Tak heran, tampilan wartegnya pun menyesuaikan pasar anak muda.

Menurut Anna,  agar semakin diterima konsumen dari semua kalangan, maka konsep bisnis warteg harus diubah dan menyesuaikan perkembangan zaman. 

Itulah yang mendorongnya membuat warteg dengan konsep kafe. Menu makanannya juga menyesuaikan. “Tidak hanya makanan berat, tapi juga banyak camilan yang digemari generasi milenial,” kata Anna.

Untuk pilihan menu, Warteg Woles menawarkan 37 menu per hari, baik menu utama maupun menu pendamping. “Pilihan menunya sengaja dibuat banyak buat menarik anak muda,” ujarnya.

Begitu juga dengan fasilitas yang ditawarkan sebisa mungkin menarik buat anak muda nongkrong. Seperti kafe pada umumnya, fasilitas yang disediakan mulai dari pendingin ruangan, Wi-Fi, colokan handphone, hingga musala.

Desain wartegnya juga sangat mirip dengan kafe kekinian tempat nongkrong anak muda. Dengan berbagai fasilitas tersebut, tak heran modal awal yang disiapkan membangun usaha warteg ini cukup besar. “Modal tidak kurang dari Rp 150 juta,” ungkapnya.

Menurut Anna, memang dibutuhkan modal yang tidak sedikit untuk merintis bisnis warteg dengan konsep kafe seperti dirinya. Soalnya, banyak biaya habis buat merenovasi tempat hingga pengadaan peralatan dan fasilitas pendukung lainnya.

Kendati wartegnya memiliki fasilitas full service, harga jualnya masih sama dengan warteg sejenis sehingga pelanggan tetap ramai. Pemasaran juga banyak lewat media sosial, seperti Facebook dan Instagram.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Andy Dwijayanto
Editor: Havid Vebri
Share :
Artikel Lainnya