Anda Belum Login,
silakan login atau register ?
Login Register
Pilih Edisi
Pilih Edisi
background
Buka Bisnis Kuliner di Zaman Digital
Reksadana Jagoan Penghasil Cuan

background
Mengolah Omzet dari Bisnis Kuliner Daging Sapi
BISNIS KULINER | 26 Februari 2020
Mengolah Omzet dari Bisnis Kuliner Daging Sapi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kuliner olahan daging kagak pernah ada basinya. Mulai dari daging yang diolah menjadi rendang, bakso, steak, hingga bakar-bakar alias grill masih punya penggemar dari para pecinta kuliner daging.

Tidak hanya di Ibukota, gerai kuliner dari olahan daging sapi dapat kita temui di setiap kota. Oke, kalau ingin mengelola bisnis kuliner dari olahan daging sapi, Anda harus merogoh kocek lebih dalam. 

Soalnya, bahan utama kuliner ini adalah daging – baik dari lokal maupun impor. Paling tidak, Anda harus menyiapkan uang di atas Rp 10 juta, bahkan hingga ratusan juta rupiah, agar bisnis kuliner daging ini makin ciamik.

Saat ini, bisnis kuliner daging yang tengah naik daun adalah all you can eat. Kedai dengan konsep makan sepuasnya ini mulai mendekatkan diri dengan para pecinta kuliner.

Dus, tidak hanya hadir di tengah kota, tapi mereka mulai masuk ke pinggir-pinggir kota. Tentu, untuk menyasar kelompok menengah, harga kuliner daging di kedai all you can eat pun sangat bersahabat.

Bawa uang Rp 100.000, pelanggan bisa langsung menikmati daging yang dimasak secara grill. Hendy, pendiri Hey Steak, sudah tiga tahun ini menggarap bisnis kuliner daging berkonsep all you can eat.

“Tren sekarang ini semua jual dengan harga Rp 99.000 sudah bisa makan sepuasnya,” katanya.

Untuk menggarap bisnis ini, Hendy bilang, tahap awal harus menyiapkan dana di atas Rp 300 juta. Modal terbesar dari bisnis kuliner daging dengan konsep all you can eat ini untuk sewa gedung.

Nah, setelah satu tahun berjalan, hanya perlu dana sekitar Rp 50 juta untuk memenuhi kebutuhan produksi. Enggak cuma all you can eat, bisnis kuliner daging sapi yang banyak diburu para pehobi santap adalah steik (steak).

Yanuar Sk Tri Yoga, pemilik Qobong Steak,  mengatakan, tren kuliner steik daging sapi ada pada topping dan saus. Jika datang ke kedai steik, taburannya tak hanya saus barbeku, melainkan juga saus jamur, keju, dan lada hitam.

Pangsa pasar yang diincar kedai Hey Steak cukup unik, yakni menyasar konsumen di kota-kota kedua. Dengan cara begitu, modal untuk mendirikan kedai steik tidak terlalu besar. Hendy bilang, cukup dengan modal Rp 10 juta, Anda sudah bisa buka kedai steik.

Anggaran terbesar untuk membeli peralatan dan pelatihan karyawan. Dan, yang tak bisa dilewatkan... inilah kuliner daging yang punya penggemar di setiap penjuru: bakso.

Yogi Prasojo, pendiri Bakso Cak Masrur, menuturkan, tren bakso yang tidak pernah ada matinya adalah bakso orisinal dengan ukuran standar.

“Bakso isi keju, bakso beranak, dan bakso gunung itu hanya sementara. Lama-lama orang balik lagi ke bakso yang original,” terangnya.

Penggemar bakso datang dari berbagai kalangan, mulai dari menengah bawah hingga menengah atas. Yogi sendiri menyasar konsumen kelas menengah bawah.

Untuk itu harga jual baksonya pun menyesuaikan, sebutlah Rp 15.000 ke bawah. Namun, dengan modal Rp 25 juta, Anda bisa berjualan bakso di tengah kota yang dekat dengan permukiman.

Pasokan bahan baku

Kualitas daging jadi perhatian utama dalam menjalankan kuliner olahan daging sapi. Hey Steak salah satunya memilih daging impor untuk memanjakan lidah pelanggannya. Untuk itu, Hendy perlu bekerjasama dengan beberapa importir daging.

Agar kualitas dan pasokan terjaga, Hendy akan mendatangi langsung para pemasok daging impor. Kemudian, ia akan memilih daging yang cocok untuk Hey Steak.

Tujuannya, agar rasa dan serat daging yang disajikan di setiap cabang Hey Steak punya standar yang sama. Sehingga pelanggan mendapatkan rasa yang sesuai ketika mereka harus datang ke kedai Hey Steak yang berbeda.

Adapun Yanuar yakin tidak harus memakai daging impor. Ia cukup membeli daging steiknya dari pasar-pasar lokal di setiap daerah. Hanya, daging sapi yang dibeli harus has dalam.

Agar lebih fresh, ia menyarankan belanja daging setiap hari. Paling tidak untuk kedai Qobong Steak ia butuh 1 kg hingga 5 kg daging has per hari.

Senada, untuk bahan baku bakso Cak Masrur, Yogi mengandalkan pasokan  pasar lokal. Tapi, ia memilih daging sapi tanpa lemak dan daging has dalam yang paling bagus.

Dan, agar menghasilkan bakso yang pas, Yogi bilang, sebaiknya pilih daging sapi yang masih fresh; bukan daging beku.

Heysteak

Merekrut karyawan

 

Cari karyawan yang loyal memang susah-susah gampang. Sering kali, karyawan memilih putus di tengah jalan karena tergiur gaji yang lebih besar.

 

Maka, sebagai langkah awal, yang penting dapatkan dulu karyawan yang  mau kerja. Setelah itu mereka dapat dilatih. Hendy menyebutkan, Hey Steak punya sistem untuk mendidik karyawan sehingga setiap karyawan di berbagai gerai punya standar yang sama.

Dalam merekrut karyawan ini juga tidak perlu harus ada bakat juru masak. Soalnya, Hendy secara langsung memberikan pelatihan kepada karyawan untuk dapat mengolah makanan biarpun ia bukan koki.

Agar rasa masakan standar, semua bumbu didistribusikan langsung dari pusat Hey Steak. Jadi karyawan bisa langsung menyajikan tanpa perlu repot membuat bumbu sendiri. 

Begitu halnya cara yang yang diterapkan bakso Cak Masrur. Karyawan tak perlu punya keahlian khusus. Yang penting pemilik dapat memberikan pelatihan kepada karyawan untuk membeli daging sapi, mengolah daging sapi menjadi bakso, serta memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

Lebih bagus lagi bila Anda dapat merekrut karyawan yang disiplin dan luwes. Yanuar menuturkan, karyawan itu akan berhubungan langsung dengan konsumen, sehingga harus luwes.

Kuncinya: pantang menyerah untuk memberikan pelatihan kepada karyawan baik yang baru maupun karyawan lama.

Menjaring pelanggan

 

Zaman now, tugas karyawan enggak cuma harus bisa mengolah makanan dan melayani tamu, tapi juga mengajak konsumen untuk datang ke gerai. Maka, pengusaha harus bisa memanfaatkan tenaga karyawan untuk bersama-sama mempromosikan jajanan kuliner mereka.

 

Toh, entrepreneur zaman sekarang lebih beruntung, karena mereka dapat mempromosikan usaha lewat platform digital, salah satunya di media sosial. Hey Steak pun punya tim digital marketing.

Maklum, hampir 70% promosi lewat jalur digital. Maka setiap gerai Hey Steak harus punya akun media sosial.

Selain lewat media sosial, Yanuar  memasarkan Qobong Steak di aplikasi kuliner online seperti di GoFood. “Cara ini sangat membantu promosi, karena pemilik kedai dapat memasang promosi  di halaman utama GoFood,” terangnya.

Tak hanya itu, marketing di setiap gerai juga harus saling mendukung untuk meramaikan bisnisnya. Tak lupa cara klasik masih dimanfaatkan untuk mempromosikan kuliner, salah satunya dengan memasang umbul-umbul di setiap gerai, membagikan brosur di jalan, serta informasi di radio.

Persaingan sehat

 

Kuliner dari olahan daging sapi mulai dari yang klasik hingga kekinian makin membanjir di mana-mana. Tentunya, persaingan bisnis tidak hanya datang dari pemain baru, tapi juga pemain lama yang terus berinovasi tiada henti.

 

Di tengah persaingan bisnis kuliner daging dengan konsep all you can eat, Hendy mengatakan, Hey Steak masih dapat mendulang untung. Setidaknya, perolehan margin sekitar 25% dari total omzet sebesar Rp 100 juta hingga Rp 600 juta per bulan. Raihan omzet tersebut tentu tergantung dari setiap lokasi.

Hendy tidak khawatir oleh kehadiran pendatang baru yang mengusung bisnis kuliner daging dengan cara all you can eat. Toh, persaingan kuliner ini sudah ada sejak ramainya berbisnis usaha bakso hingga steik.

Yanuar juga merasakan kompetisi jualan steik semakin ramai di daerah. Belum lagi usaha steik lokal harus bersaing dengan restoran besar. “Ada konsumen yang pindah tempat makan hanya karena alasan dekorasi tempat yang unik.

Dari sinilah, kami harus berbenah buat kedai yang menarik,” ucapnya. Kendati demikian, Qobong Steak yang dapat meraih omzet sekitar Rp 30 juta sampai Rp 60 juta per bulan.

Tantangan bisnis di kuliner daging juga datang dari pengelolaan karyawan. Yogi mengatakan, jika aturan terlalu ketat, maka karyawan tidak akan betah.

Sebaliknya, kalau terlalu longgar, maka keuangan bisa tidak sehat. Untuk itu, Bakso Cak Masrur memakai konsep aplikasi untuk pengelolaan keuangan di setiap gerainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Nina Dwiantika
Editor: Havid Vebri
Share :
Artikel Lainnya