Anda Belum Login,
silakan login atau register ?
Login Register
Pilih Edisi
Pilih Edisi
background
Buka Bisnis Kuliner di Zaman Digital
Reksadana Jagoan Penghasil Cuan

background
Mencuil Manisnya Peluang Bisnis Bakery
BISNIS KULINER | 24 Februari 2020
Mencuil Manisnya Peluang Bisnis Bakery
Kontribusi produk pangan: Suasana di salah satu gerai produk makanan di Depok, Jawa Barat, Senin (27/1). Pertumbuhan sektor ritel sebesar 10% di tahun 2020 terutama di dorong sektor produk pangan yang mencapai 60%. KONTAN/Baihaki/27/1/2020

KONTAN.CO.ID - Meski bukan bagian dari makanan pokok masyarakat Indonesia, bisnis bakery yang menjual roti dan kue di Tanah Air bisa dibilang masih menjanjikan. 

Tak heran, bila bisnis ini tak sepi dari pemain. Selain brand lokal legendaris seperti Lauw Bakery dan Tan Ek Tjoan yang masih bertahan, banyak pula bermunculan pelaku usaha baru yang menjajal peruntungan di ceruk bisnis ini.

Sebagai pendatang baru, mereka  membawa bisnis bakery menjadi lebih modern dan kekinian, terutama dari segi tampilan. Ragam inovasi itu tak lepas dari besarnya potensi bisnis bakery di Indonesia. Maklumlah, produk roti maupun cake dapat dinikmati semua kalangan, mulai anak-anak sampai orang dewasa.

Meski demikian, memulai dan mengembangkan bisnis bakery tidak selalu seharum aromanya. Banyak tantangan yang dihadapi, mulai soal produksi, promosi sampai pelayanan ke pelanggan. Albert Djaja Saputra, pemilik Laritta Bakery di Surabaya merasakan tantangan tersebut.

Menurutnya, hal utama yang diperlukan sebagai bekal terjun ke usaha ini adalah skill atau kemampuan membuat produk roti atau cake. Untuk meningkatkan kemampuannya, Albert pernah melakukan banyak upaya, mulai dari membaca buku sampai bertanya langsung ke para pembuat kue, termasuk ibunya.

Ia juga beberapa kali mengikuti kursus baking. Namun, tidak berlangsung lama dan memilih untuk mengasah kemampuannya sendiri.

“Sempat ikut kursus, tapi terus dilanjutkan sendiri. Dulu juga ikut demo masak dan paling rajin nonton program memasak di televisi,” ujarnya.

Albert juga banyak bereksperimen dengan berbagai resep kue dan roti demi mendalami usahanya. Gagal dalam membuat kue adalah hal yang biasa, ia terus mencoba sampai bisa dan menemukan takaran yang pas.

Menurut dia, keahlian ini penting agar kemampuan membuat kue tidak terfokus kepada satu atau dua produk kue. Dengan mengasah keterampilan, maka kemampuan membuat kue pun semakin beragam.

Contohnya Albert yang awalnya fokus ke kue kering, sekarang juga bisa membuat varian kue lainnya, termasuk juga kue basah sampai puding. Kemampuan tersebut juga dibutuhkan karena terkait juga dengan inovasi produk.

Agar pelanggan tidak mudah bosan, ia dan tim Laritta Bakery rutin menambah varian baru setiap empat bulan sekali. Kini Laritta Bakery menyajikan hingga 145 varian produk kue. “Selain citarasa, keahlian juga dibutuhkan untuk mendapatkan tampilan yang menarik dilihat,” ujarnya.

Supplier produk

 

Berikutnya yang harus disiapkan adalah peralatan membuat kue.  Sebagai pemula, Anda bisa memilih alat rumah tangga yang tersedia dengan investasi yang tidak terlalu besar.

 

Antara lain mixer tangan, oven kaleng atau oven gas, loyang cake atau loyang cookies, dan alat-alat pendukung lainnya. Namun, seiring dengan makin banyaknya varian kue yang dibuat maka peralatan juga harus menyesuaikan.

Selain skill dan peralatan, yang juga harus dipersiapkan adalah supplier bahan baku. Dari pengalamannya, pernah suatu ketika ia mendapat order ribuan kue sus. Albert yang biasa membeli bahan-bahan kue di supermarket tidak menemukan jenis sosis yang sama, sehingga ia memilih jenis sosis lain sebagai penggantinya.

Namun karena jenisnya berbeda, kualitasnya pun juga berbeda. Belajar dari pengalaman tersebut, Albert mulai mencari supplier agar bahan yang digunakan tetap konsisten. 

“Dari situ belajar kalau pesanan banyak tidak bisa mengandalkan bahan di supermarket. Mulailah kami mencari supplier bahan kue di sekitar Surabaya. Kalau dari supplier kan stok bahannya bisa lebih aman,” tandas Albert.

Dalam memilih supplier, harus juga mempertimbangkan beberapa hal. Yakni, harga yang bersaing, komitmen supplier, ketersediaan bahan, dan yang paling utama adalah kualitas bahan. Jadi memilih supplier bahan kue tidak yang asal harganya murah.

“Pelaku usaha bakery harus benar-benar jeli dalam memilih supplier bahan kue,” ujarnya.

Berikutnya adalah membidik segmen konsumen. Hal itu penting untuk menentukan harga jual produk dan strategi pemasaran. Laritta Bakery sendiri fokus membidik konsumen kelas menengah. 

Dengan membidik pasar menengah, ia membanderol produk kue dan rotinya, mulai Rp 3.000 sampai Rp 6.000 per buah. Ia sengaja membidik segmen pasar ini agar skala produksi dan pemasarannya bisa dilakukan dalam skala besar.

Tawaran Kemitraan Usaha Yakitate Bakery

“Kami menerima pesanan untuk snack acara khusus atau rapat di perusahaan dalam jumlah besar, tapi kalau mau beli satuan juga bisa,” katanya.

Nah, untuk strategi pemasarannya, Laritta Bakery menggunakan metode jemput bola. Jadi, Albert tidak hanya menunggu momen hari-hari besar, ia juga bergerilya menawarkan produknya dari satu instansi dan perkantoran ke instansi lainnya agar penjualan harian tetap berjalan.

Strategi tersebut dilakukannya atas saran dari pelanggan ibunya terdahulu. “Karena dulu belum ada sosial media, jadi promosi door to door itu penting. Apalagi Laritta Bakery memang membidik pasar acara-acara khusus dengan jumlah pesanan skala besar,” tandasnya.

Target pasar

 

Pemain lain yang ikut mencicipi gurihnya usaha bakery adalah Miyo Minaki yang mengusung brand usaha Le Novelle Cake di Jakarta.

 

Menurut Miyo, untuk masuk ke bisnis cake, seorang pelaku usaha harus memiliki spesialisasi dan ciri khas. Mulai dari target pasar yang jelas serta tema apa yang mau diusung. Ciri khas dan spesialisasi itulah yang membuat sebuah brand cake bisa menonjol dibandingkan yang lain.

Dalam hal target pasar, misalnya, usaha yang dirintis sejak 2004 lalu ini fokus membidik segmen premium untuk acara-acara khusus, seperti wedding cake dan kue ulang tahun.

Dengan target pasar premium, Miyo juga memiliki strategi promosi yang berbeda dengan Laritta. Ia lebih sering mengikuti event pameran pernikahan premium dan juga mendirikan gerai di Shangri-La Hotel Jakarta. 

“Strategi pemasaran itu harus disesuaikan dengan target pasarnya. Le Novelle Cake punya spesialisasi di decoration cake dan kebanyakan untuk wedding, jadi promosinya lewat pameran dan hotel,” tuturnya.

Membidik pasar premium, harga yang ditawarkan juga premium, yakni mulai Rp 5,8 juta untuk kue pernikahan tiga tingkat dan Rp 38 juta untuk kue pernikahan bentuk istana.

Bahkan tak sedikit pelanggan Le Novelle Cake yang mau merogoh ratusan juta rupiah untuk wedding cake mewah.  

Kendati segmen pasarnya berbeda, Miyo juga menekankan pentingnya inovasi dalam bisnis ini. Terlebih bisnis kue pernikahan harus memiliki tampilan yang menarik.

Ia sendiri tidak terjun langsung membuat kue. “Yang buat kue ibu saya,” ujarnya.

Ia lebih memilih untuk memodifikasi ulang tampilan kue buatan ibunya agar tampak lebih modern. “Karena saya enggak jago bikin kue, jadi saya fokus buat desain dekorasi kuenya biar tampilannya lebih menarik dan modern,” ujarnya.  

Le Novelle Cake mulai banyak dikenal saat Miyo mengeluarkan kue pernikahan berbentuk istana. Ide membuat desain istana datang dari maket milik ayahnya yang kebetulan seorang kontraktor.

“Sempat beberapa bulan riset sampai dapat kerangka yang tepat buat cake istana,” ujarnya.

Yuanita Ekasari Soeyono, pemilik Elly Cakes and Bakery asal Malang mengakui pentingnya ciri khas di tengah persaingan yang makin ketat.

Sebagai pembeda dari yang lain, ia kini fokus menggeluti bisnis cake dekoratif fondant sejak 2011. “Aku segmentasi pasarnya lebih ke ulang tahun anak-anak,” ujarnya.

Ia mempelajari proses pembuatan cake dekoratif fondant secara otodidak.

Saat memulai bisnisnya, ia menggunakan Facebook sebagai media promosi. Tak sampai di situ, ia juga mempromosikan produknya ke teman dekat, saudara dan tetangga. Dari situ Elly Cakes and Bakery dikenal dari mulut ke mulut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Reporter: Elisabeth Adventa
Editor: Havid Vebri
Share :
Artikel Lainnya